Jejak Cawe-Cawe Presiden Jokowi: Membongkar Rahasia Sesungguhnya

Oleh Writer, 27 Sep 2023
Di tengah berjalannya waktu, masa jabatan seorang pejabat pemerintah, bahkan seorang presiden, akan berakhir. Namun, yang sering terlihat adalah bagaimana pejabat-pejabat ini sibuk mencari pengganti mereka atau mempromosikan calon pemimpin baru. Terkadang, tindakan mereka ini terasa tidak selalu jujur dan transparan, dan kadangkala terselip tujuan tersembunyi yang bisa mencakup upaya untuk menutupi kejahatan, mengatur pemilihan pemimpin selanjutnya, mempertahankan kekuasaan, melindungi bisnis dan hubungan-hubungan tertentu, atau bahkan mengibarkan bendera politik dinasti.

Membungkam Kejahatan

Beberapa pejabat negara mungkin mencari pemimpin selanjutnya untuk menyembunyikan jejak-jejak kejahatan atau tindakan korupsi yang mereka lakukan selama masa jabatan mereka. Dengan menempatkan pemimpin yang dapat mereka kendalikan, mereka berharap untuk menghindari penyelidikan lebih lanjut.

Mengatur Kepemimpinan

Selanjutnya Ada kasus di mana pejabat yang masih berkuasa berusaha mengendalikan pemilihan pemimpin selanjutnya agar mendukung calon yang akan menjadi "boneka" mereka. Ini memungkinkan mereka untuk terus memengaruhi kebijakan dan keputusan politik tanpa harus secara resmi berkuasa.

Mempertahankan Kekuasaan

Beberapa pejabat negara takut kehilangan kekuasaan setelah masa jabatan mereka berakhir. Dengan mencari pemimpin selanjutnya yang dapat mereka kendalikan, mereka berharap untuk mempertahankan pengaruh mereka di pemerintahan.

Melindungi Bisnis dan Kroni-Kroni

Pejabat yang memiliki bisnis atau koneksi dengan kelompok ekonomi tertentu mungkin ingin memastikan bahwa pemimpin selanjutnya tidak akan mengancam bisnis mereka atau mengekspos praktik korupsi. Oleh karena itu, mereka mendukung calon yang akan melindungi kepentingan mereka.

Keluarga dalam Dunia Politik

Terkadang, pejabat mencoba membawa anggota keluarganya ke dalam dunia politik dengan mendukung mereka menjadi pemimpin selanjutnya. Ini dapat memastikan bahwa kekuasaan dan pengaruh keluarga tersebut tetap terjaga.

Dalam konteks ini, tindakan Presiden Jokowi dalam mencari penggantinya telah memunculkan pertanyaan tentang tujuan sesungguhnya, yang mungkin lebih terkait dengan kepentingan pribadi daripada demokrasi dan rakyat Indonesia. Ada kekhawatiran bahwa Presiden Jokowi ingin memastikan bahwa proyek Ibu Kota Negara (IKN) baru akan tetap dikerjakan oleh Tenaga Kerja Asing (TKA) China, dengan menyewakan sebidang tanah seluas 34.000 hektar kepada warga negara China selama 190 tahun.

Selain itu, syarat tambahan yang menyatakan bahwa warga Indonesia harus mempelajari bahasa Mandarin di sekolah-sekolah telah menimbulkan kekhawatiran lebih lanjut. Proyek ini dengan alokasi sebesar 34.000 hektar, yang setara dengan 34.000 x 10.000 meter persegi, dapat menampung hingga 100 juta warga negara China. Ini berpotensi menghadirkan risiko eksklusi bagi suku Dayak dan kelompok masyarakat pribumi lainnya, seperti yang terjadi pada suku Aborigin di Australia.

Kekhawatiran ini juga mencakup pertanyaan serius tentang status kewarganegaraan Indonesia jika masa sewa selama 190 tahun terpenuhi. Secara keseluruhan, situasi ini menimbulkan keraguan terkait nasionalisme Presiden Jokowi dan dampaknya bagi Indonesia.

Dalam menghadapi fenomena "cawe-cawe" ini, transparansi, integritas, dan partisipasi aktif masyarakat dalam proses politik menjadi sangat penting. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang mungkinnya motif tersembunyi di balik tindakan para pejabat, kita dapat lebih kritis dalam menilai niat mereka dalam mencari pemimpin selanjutnya.

Artikel Terkait

Artikel Lainnya

 
Copyright © KopiMana.com
All rights reserved